Langsung ke konten utama

tentang Rarodok dan Kaneker


Semua kita pernah mengalami masa kecil, masa yang penuh warna. Dari masa ini, ada banyak permainan yang indah untuk dikenang. Mungkin saja permainan-permainan itu sudah jarang dimainkan oleh anak-anak jaman now, bahkan menjadi sesuatu yang asing bagi generasi game online. betaMesa merekam beberapa permainan dari masa kecil itu, sebagai catatan untuk anak-anak Daniel dan Hannah.

                                   Rarodok dengan peralatan moderen di salju Mount Buller 
sumber foto https://www.facebook.com/photo.php?fbid=3501405380009&set=a.3497827770571.2127710.1417941571&type=3&theater

RARODOK

Setelah dewasa, betaMesa mengerti bahwa ternyata permainan rarodok ini dapat dikategorikan sebagai permainan yang ekstrim bagi anak-anak. Rarodok yaitu permainan berseluncur dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Media yang biasa kami gunakan adalah pelepah daun lontar (lalepak) yang agak lebar. Pelepah berukuran sekitar 1 sampai 1.5 meter, dipisahkan daunnya dan dibersihkan duri-duri di bagian tepi. Kami membawa “alat seluncur” ini ke atas bukit yang biasanya berumput tidak terlalu tinggi. Seperti skateboard, lalepak ini kami naiki dengan cara diduduki. Arahkan ujung lalepak ke tempat yang sekiranya mulus untuk dilewati, lalu kedua kaki ikut dinaikkan dan meluncurlah ke bawah. Resiko yang biasa dihadapi adalah jika ujung pelepah menabrak batu atau tunggul tanaman, pengemudi akan tikam mulut (nyungsep) dan terguling. Atau jika pelepahnya tidak cukup lebar untuk memuat pantat maka celana bisa sobek bahkan tak jarang kulit pantatpun ikut terkelupas. Jika lalepaknya cukup maka bisa dipakai untuk 2 orang secara berpasangan. Rarodok memang permainan yang cukup ekstrim namun kegembiraan saat bermain, mengalahkan ketakutan kami akan resiko cidera. Spot bermain betaMesa adalah gunung di belakang Pekuburan Cina di Metina – Baa.



KUTI KANEKER

Permainan ini bukan saja dimainkan oleh anak-anak, tapi orang dewasa juga gemar memainkannya bahkan disertai dengan taruhan kecil-kecilan. Nama umumnya adalah gundu atau kelereng, butiran bulat kecil terbuat dari kaca, ada yang memiliki motif warna-warni dan ada yang polos 1 warna saja. Jaman betaMesa masih kecil, jika kami tidak mempunyai kaneker maka kami mengumpulkan biji gewang yang sudah kering dan dipakai seperti kaneker. Tantangan menggunakan biji gewang adalah sulit menembak secara tepat untuk jarak jauh sebabi biji ini ringan. Untuk bermain kaneker ini, kami memilih tempat yang relative datar dengan sedikit penghalang seperti batu, pohon, lubang bahkan tembok. Sebuah batu datar ditempatkan di ujung arena memanjang, sebagai landasan ketika pemain menembakkan kelerengnya ke arena, namanya batu kariang. Pada ujung arena yang lain, biasanya dibuat tor atau garis sebagai batas. Garis ini juga berguna untuk menentukan kaneker mana yang berhak menembak duluan (kuti), yang lebih dekat ke tor, dialah yang berhak memulai tembakan. Permainan ini bisa dimainkan mulai 2 sampai 5 orang. Jika banyak pemain maka biasanya dimainkan berpasangan. Semua orang berharap menjadi pemain terakhir yang menembakkan kaneker dari batu kariang. Pemain yang memiliki giliran paling akhir (lat), dapat mengarahakan kanekernya ke posisi paling dekat tor ataupun ke kaneker yang posisinya terbuka untuk didekati (eda). Cara menembakkan kaneker bisa berbeda tiap orang, namun umumnya dengan menjentikkan jari tengah  sebagai pelontar kaneker. Ada juga yang menggunakan ibu jari bahkan jari telunjuk. Caranya boleh berbeda namun tujuannya sama yaitu menembak kaneker lawan. Jika tembakan pertama mengenai kaneker lawan maka dia berhak untuk menembak kaneker berikutnya, demikian seterusnya sampai semua mendapat giliran menembak. Ada bermacam jenis permainan kaneker maupun permainan menggunakan kaneker, contohnnya lomba jalan cepat sambil menggigit sendok yang ditaruh kaneker di atasnya. Semua permainan kaneker ini mengutamakan ketrampilan menembakkan kaneker ke sasaran. Jika permainan memakai taruhan kuti ku’uk maka pemain yang memiliki tembakan keras akan “dimusuhi” sebab selain tembakannya dapat memecahkan kaneker lawan, ketika eksekusi hukuman kuti ku’uk, pihak yang kalah akan sangat kesakitan karena derasnya tembakan kaneker mengenai jari/buku jari/ruas jari.

Berikut ini beberapa istilah dalam permainan kuti kaneker atau kelereng atawa gundu :

Kuti : kegiatan menembakkan kaneker, biasanya menggunakan 2 tangan daan dalam posisi jongkok. Jari yang digunakan pada umumnya adalah jari tengah, jari telunjuk dan ibu jari.

Kuti ku’uk : salah satu taruhan dalam permainan kaneker di mana yang kalah harus menjejerkan kedua tangannya untuk ditembak oleh pemenang menggunakan kaneker dari jarak yang telah disepakati.

Eda : posisi kaneker menang atas milik lawan dan berhak menembak duluan

Kariang : batu atau benda datar yang digunakan sebagai landasan untuk mengarahkan kaneker ke area permaian, proses mempatkan kaneker dalam area permainan

Lat : giliran paling akhir dalam melakukan kariang

Ena lat / enas : gilirang sebelum lat

Stand : posisi berdiri untuk menembakkan kaneker, biasanya dilakukan karena ada penghalang misalnya tembok, lubang atau lembah dll. Pemain mesti memintanya terlebih dahulu dan umumnya harus mendahului lawan

Hen stand : lawan dari posisi stand, yaitu pemain harus tetap dalam posisi jongkok saat menembakkan kanekernya. Biasanya diminta oleh lawan (adu cepat dalam menyebutkan permintaan 
stand atapun hen stand)

Te’e : posisi dalam menembak kaneker lawan di mana salah satu jari (biasanya jari kelingking) harus tetap menyentuh tanah.

Tambis : kondisi hukumaan karena kaneker telah 3 kali melewati garis atau keluar dari area permanian saat dilakukan kariang. Daerah tambis ditentukan oleh garis yang berada di dekat tempat kariang

Rambang : permintaan sebelum menembak kaneker yang berada dekat beberapa buah kaneker sehingga saat tembakan mengenai sasaran dan juga kena pada kaneker lain, maka tetap diperhitungkan sebagai keberhasilan. Jika tidak ada permintaan maka saat kaneker mengena pada kaneker yang bukan sasaran, dianggap batal. Lawannya adalah hen - rambang

Tarket : kondisi di mana kaneker yang ditembakkan memantul akibat tertumbuk pada benda lain misalnya batu, kayu atau benda keras lainnya.

Muntar : kaneker yang sudah mendapatkan banyak poin karena tembakan yang mengenai banyak lawan. Siapa yang menembak mengenai kaneker ini akan mendapatkan poin kelipatan dari jumlah poin kaneker tersebut. Kaneker yang menembak kena disebut makan muntar

Gundur : gundu, kelereng, kaneker.

Semua informasi di atas berdasarkan pengalaman dan ingatan betaMesa. Jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyebutan istilah maka harap maklum. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Noenoehitoe

MARGA SAYA NOENOEHITOE Terlahir dalam komunitas berpaham patriakhal di Pulau Rote - NTT, saya mendapatkan warisan marga dari bapak yaitu Noenoehitoe. Jadi mau tidak mau, saya mesti meneruskan marga ini. Ada banyak pihak yang menduga bahwa marga kami ini berasal dari Maluku. Mungkin karena ada kesamaan bunyi dengan marga Manhitu ataupun Tahitoe. Bahkan ada yang bersikeras menyebutkan kisah bahwa moyang Noenoehitoe datang dari Ambon ke Rote sebagai penyebar Injil yang diutus oleh Belanda. Beberapa waktu yang lalu bahkan ada seorang teman yang menceritakan bahwa ada Peneliti dari sebuah Institut di Kupang yang sedang menyusun naskah histori tentang gelombang migrasi orang-orang Maluku ke Timor termasuk Rote.  Saya cuma senyum saja untuk menenangkan hati mereka. Sejarah dan silsilah mengenai marga Noenoehitoe ini pernah dituliskan oleh Pdt. Jermias Petrus Nunuhitu (manuskrip, 1955) dan juga ada dalam buku berjudul Anak Membela Bapak yang ditulis oleh Dj. Messakh yang d...

tentang wasiat

WASIAT NOENOEHITOE Catatan dari Pdt. Jermias Petrus Noenoehitoe (1955) 1.       Bahwa pada zaman dahulu kala, maka turunan Nunuhitu (Noenoehitoe) mulai dari Rondo Nunu yang biasa disebutkan turunan Rondotein dalam suku Mbura Lae di negeri Thie, pulau Rote, biasa memakai nama (fam) Pandie , yaitu nama dari neneknya Pandi Fora (Pupu : V, lihat silsilah). Akan tetapi pada tahun 1872, maka nama Pandie itu diganti dengan nama Messakh oleh almarhum Raja Thie Jonas Nicolas Messakh pada ketika Jacob Arnolus Pandie (Fora Rondo) dinikahkan dengan tunangannya Wilhelmina Johanis di Kantor Ba’a. Pertukaran nama itu terjadi lantaran fam. Messakh (Bessitein) dan fam. Pandie (Rondotein) sejak itu mereka hidup dalam persahabatan yang karib , seolah-olah saudara sekandung adanya. 2.       Lantaran zaman beredar, musim beralih, maka pada tahun 1935, Guru Pension Gabriel Arnolus Messakh dapat memilih  satu nama yang baru, yang...

tentang Suku-suku nusak Thie / Tii

Orang-orang Thie 25 Suku disalin dari tulisan tangan Bapak Octovianus Noenoehitoe (1934 – 2016) Golongan Raja (Sabarai) : 1.       MburalaE 2.       HenulaE 3.       SabalaE 4.       Nggaupandi 5.       Tolaumbuk 6.       Meoleok 7.       Pandi 8.       Kolek Leoanak : a.       Sua b.       LeE c.        Musuhu d.       Kona e.       Kanaketu Golongan Fetor (Taratu) : 1.       Ndanafeo 2.       Nallefeo 3.       Mesafeo 4.       Todefeo 5.       Moiumbuk 6.     ...