Langsung ke konten utama

tentang tiga orang

2016

Hari terakhir di tahun 2016 sudah datang. Mestinya hari ini juga biasa-biasa saja, seperti 365 hari lainnya. Ada pagi, ada siang juga malam. Jamnya pun tetap 24, tidak lebih, tidak kurang. Dan seperti hari terakhir tiap tahunnya, ada sedikit refleksi atau kilas balik terhadap hari-hari yang telah dilalui sebelumnya. Apa yang sudah dilakukan, apa yang tidak sempat terlaksana. Ada kesuksesan yang diraih, ada kegagalan yang terjadi. Ada yang baru pertamakali menikmati hari ini, ada yang tidak sampai hidupnya pada hari ini.
Mestinya hari ini adalah hari biasa, seperti hari-hari yang lain. Namun ketika kilas balik, maka hari ini menjadi lain. Hari ini menjadi penanda, hari ini menjadi pengingat. Hari ini adalah hari terakhir dari tahun di mana kami kehilangan orang-orang terdekat. Tahun di mana orang-orang yang mengasihi kami, pulang pada Penciptanya. Kembali kepada Tuhan yang mengutusnya. Kembali ke Rumah Bapanya. Hari ini mengingatkan kami bahwa orang-orang yang sudah kembali pulang, sudah bahagia di Sana. Lepas dari ikatan penyakit dan belenggu ketergantungan obat. Bebas dari jeratan umur yang melemahkan saraf, tulang dan daging. Mereka sudah bertemu Tuhannya.

Mengawali tahun ini dengan melepaskan pulang ke Rumah Bapa, suami dari kakak sepupu. Baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-56, tiba-tiba beliau jatuh sakit. Dilarikan ke Rumah Sakit namun waktunya sudah genap. Tepat tanggal 1 Januari, Bu Yesaya Kila kembali menghadap Sang Pencipta. Meningggalkan Susi Koba, Pdt, Jefri dan Vanty, Gret, Yety dan Jeckson serta Gita, sang cucu. Bu Yes sudah bertemu Jesica, putrinya yang sudah mendahului ke Sorga.
foto : istri, anak-anak dan cucu dari Bu Yes Kila

Tepat 1 minggu kemudian, Mama Eda menyusul ke Rumah Bapa. Di usia hampir 82 tahun, Mama Eda melewatkan hari-hari terakhirnya di pembaringan. Usia tua memakan habis kekuatan tulang dan dagingnya. Tubuhnya tergolek lemah di tempat tidur namun senyum tetap menghias di bibirnya yang pucat. Mama Eda menghabiskan sebagian besar usianya dengan mengajar dan mendidik, baik sebagai guru maupun sebagai orang tua dalam keluarga yang menjadi panutan bagi anak cucu cece di sekelilingnya. Tanggal 8 Januari menjadi hari terakhir hidup dari Mama Gertruida Hendrina PoEh.
foto : foto Mama Eda 

Kemudian, Papa Anus pun menyelesaikan tugasnya di dunia. Tepat 27 April, setelah hampir 2 minggu Papa Anus sakit, dalam diam Papa pergi menghadap Bapanya. Semasa hidupnya, Papa selalu bermasalah dengan pernapasannya. Oleh dokter, Papa didiagnosa menderita penyakit asma. Tepatnya asma karena alergi. Asap, debu dan bau-bauan yang menyengat dapat menyebabkan Papa Anus sesak nafas. Berulang kali diopname karena gangguan pada pernafasannya. Di rumah, Papa rutin mengkosumsi obat untuk mencegahnya sesak nafas. Mungkin saja obat-obat ini menolong Papa untuk bisa bernafas lega namun menjadi racun untuk pencernaannya saking seringnya dikonsumsi. Beberapa bulan terakhir hidupnya, Papa mengeluh kesulitan buang air besar. Bahkan pada pasca Natal 2015, Papa diopname beberapa hari di RS Boromeus karena gangguan pencernaan. Yah, jalan hidup Papa akhirnya berhenti di Hari Rabu itu, menyelesaikan pertandingannya di dunia dan kembali pada Bapa.

foto : tutupan peti jenazah Papa Anus


Mereka sudah pulang, kembali ke Negeri Senang. Tinggallah kita yang mengembara menunggu panggilan. Kalau nama kita disebut, kita ada. Kita pulang, masuk ke Negeri Senang. Bersenang bersama Bapa.

Selamat mengakhiri tahun 2016,



Salam 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Noenoehitoe

MARGA SAYA NOENOEHITOE Terlahir dalam komunitas berpaham patriakhal di Pulau Rote - NTT, saya mendapatkan warisan marga dari bapak yaitu Noenoehitoe. Jadi mau tidak mau, saya mesti meneruskan marga ini. Ada banyak pihak yang menduga bahwa marga kami ini berasal dari Maluku. Mungkin karena ada kesamaan bunyi dengan marga Manhitu ataupun Tahitoe. Bahkan ada yang bersikeras menyebutkan kisah bahwa moyang Noenoehitoe datang dari Ambon ke Rote sebagai penyebar Injil yang diutus oleh Belanda. Beberapa waktu yang lalu bahkan ada seorang teman yang menceritakan bahwa ada Peneliti dari sebuah Institut di Kupang yang sedang menyusun naskah histori tentang gelombang migrasi orang-orang Maluku ke Timor termasuk Rote.  Saya cuma senyum saja untuk menenangkan hati mereka. Sejarah dan silsilah mengenai marga Noenoehitoe ini pernah dituliskan oleh Pdt. Jermias Petrus Nunuhitu (manuskrip, 1955) dan juga ada dalam buku berjudul Anak Membela Bapak yang ditulis oleh Dj. Messakh yang d...

tentang wasiat

WASIAT NOENOEHITOE Catatan dari Pdt. Jermias Petrus Noenoehitoe (1955) 1.       Bahwa pada zaman dahulu kala, maka turunan Nunuhitu (Noenoehitoe) mulai dari Rondo Nunu yang biasa disebutkan turunan Rondotein dalam suku Mbura Lae di negeri Thie, pulau Rote, biasa memakai nama (fam) Pandie , yaitu nama dari neneknya Pandi Fora (Pupu : V, lihat silsilah). Akan tetapi pada tahun 1872, maka nama Pandie itu diganti dengan nama Messakh oleh almarhum Raja Thie Jonas Nicolas Messakh pada ketika Jacob Arnolus Pandie (Fora Rondo) dinikahkan dengan tunangannya Wilhelmina Johanis di Kantor Ba’a. Pertukaran nama itu terjadi lantaran fam. Messakh (Bessitein) dan fam. Pandie (Rondotein) sejak itu mereka hidup dalam persahabatan yang karib , seolah-olah saudara sekandung adanya. 2.       Lantaran zaman beredar, musim beralih, maka pada tahun 1935, Guru Pension Gabriel Arnolus Messakh dapat memilih  satu nama yang baru, yang...

tentang Suku-suku nusak Thie / Tii

Orang-orang Thie 25 Suku disalin dari tulisan tangan Bapak Octovianus Noenoehitoe (1934 – 2016) Golongan Raja (Sabarai) : 1.       MburalaE 2.       HenulaE 3.       SabalaE 4.       Nggaupandi 5.       Tolaumbuk 6.       Meoleok 7.       Pandi 8.       Kolek Leoanak : a.       Sua b.       LeE c.        Musuhu d.       Kona e.       Kanaketu Golongan Fetor (Taratu) : 1.       Ndanafeo 2.       Nallefeo 3.       Mesafeo 4.       Todefeo 5.       Moiumbuk 6.     ...