Langsung ke konten utama

tentang nelayan dan Pulau Pasir

KASUS NELAYAN INDONESIA DI PERAIRAN AUSTRALIA

Keadaan umum penduduk Pulau Timor, Rote, Sumba, Aru dan sekitarnya.
Mata pencaharian penduduk
-          Penduduk pantai menyelenggarakan pertanian di musim penghujan dan mengolah hasil laut sebagai pekerjaan sambilannya. Dengan jalan :
a.       Penangkapan ikan dan lain-lain
b.      Penagkapan kerang-kerangan (loca = Trochus shell, Beche de-mer, Albalene, Green suail, dll), telur burung, penyu di sekitar P. Timor sampai di Continental shelf Australia.
Biasanya penangkapan di pulau-pulau Ashmore Reef (P. Pasir), Cartier, Scott, Seringapatam Reef, Browse Islet, Merveid dan Clerke Reef (P. Bawah Angin) dan kadang-kadang masuk ke batas wilayah perairan Australia kl. 12 mil dari mainland.
-          Kendaraan air yang dipergunakan adalah perahu layar dengan menggunakan semong-semang pada sisinya kurang lebih 1 ton.
-          Pencaharian ikan, kerang dan penyu sampai ke batas wilayah perairan Australia tersebut, dilakukan mulai musim Cantering di mana angin tertiup Muson Barat (bulan Pebruari sampai April) serta kembali pada waktu datang angin Muson Timur (bulan Mei sampai Juli).
-          Dalam kenyataannya nelayan-nelayan yang beroperasi di Perairan Australia adalah benar-benar ingin mencari nafkah dan untuk mempertahankan kehidupannya.

Latar Belakang Historis – Tradisional
-          Bagi para nelayan yang berasal dari Pulau Timor, Rote, Sumba dan lain-lain sekitarnya menangkap ikan, penyu dan kerang-kerangan di daerah perairan Australia adalah merupakan mata pencaharian yang turun-temurun.  Malahan dalam kenyataannya mereka telah melakukan penangkapan di daerah tersebut sejak sebelum bangsa Eropa datang ke Australia, sehingga mereka menganggap bahwa perairan tersebut milik nenek moyangnya.
-          Dengan adanya perkembangan generasi, kempauan dan teknologi nelayan-nelayan tersebut dengan rombongan besar dan kadang-kadang dengan perahu bermotor mereka beroperasi di Pulau Ashmore, Cartier, Scott, Seringapatam, Browse, Mermeid dan Clerke. Hal tersebut memungkinkan terjadinya overfishing di daerah tersebut. Hal yang demikian oleh Pemerintah Australia dikhawatirkan bahwa mereka akan mencari daerah (fishing ground) baru dengan jalan memasuki daerah berikut :
Catatan :
a.       Bulan Maret 1974   :
Laporan Departemen Luar Negeri Australia tentang adanya perkemahan lebih dari 14 buah kapal besar nelayan Indonesia di Ashmore Reef (tanggal 23 Maret 1974)
b.      Bulan April 1974   :  
Laporan Departemen Luar Negeri Australia tentang adanya perkemahan awak nelayan Indonesia di Cape Leveque, North West Australia (tanggal 10 April 1974)
c.       Bulan Mei 1974   :
Terjadi pembunuhan terhadap ratusan burung-burung laut oleh nelayan Indonesia di Kepulauan Ashmore Reef dan mereka menangkap penyu-penyu (tanggal 15 Mei 1974)
d.      Bulan Agustus 1974   :
-    Beberapa perahu Indonesia memasuki daerah Kepulauan Bucaneer Archipelago, kurang lebih 20 mil dari pantai Australia (tanggal 9 Agustus 1974).
-    Laporan dari Farmer’s Union bahwa nelayan Indonesia memasuki perairanKing Seund dan crewnya mendarat di Sunday Island (tanggal 16 Agustus 1974)
-    Di King Seund Area (di sekitar Cockatoo Island) dekat Derby ditemui 13 buah perahu nelayan Indonesia masing-masing dengan 8 – 9  awak kapal, mereka kadang-kadang mendarat untuk mengumpulkan kayu untuk memasak makanannya (tanggal 19 Agustus 1974)
-    27 buah perahu nelayan Indonesia diperintahkan oleh HMAS Attack (Kapal Angkatan Laut Australia) untuk meninggalkan perairan King Seund (2414 km dari Perth) (tanggal 28 Agustus 1974)
-    5 buah perahu Indonesia diperintahkan meninggalkan perairan King Seund oleh patrol dari kapal Fisheries Dept. Australia (tanggal 22 Agustus 1974)
-    20 sampai 30 buah iring-iringan perahu Indonesia terlihat di perairan Australia di atara King Seund dan Napier Broome Bay (tanggal 24 Agustus 1974)
e.       Bulan September 1974 :
Laporan dari KBRI Canberra adanya pelanggaran territorial Australia oleh perahu-perahhu Indonesia dan dijumpai di daratan sebelah utara Perth (Tall Bay Point 2500) (tanggal 6 September 1974)
f.       Pada tahun 1973 pada perairan yang sama North West Australia pada jarak 12 mil dari pantai, terdapat 69 buah perahu nelayan Indonesia yang diperintahkan keluar oleh Kapal Patroli AL Australia.
Daerah Fishing Gound Loca lainnya di Indonesia
Di perairan Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Maumere dan Maluku. Tetapi berdasarkan data-data yang ada, kualitas dan potensinya masih jauh di bawah dengan yang terdapat di perairan Continental Shelf Australia.
Ekses Yang Timbul Kemudian
1.      Berdasarkan keterangan nelayan-nelayan setempat diketahui bahwa kurang lebih 30 mil dari pantai Keka / Talae (Rote Tengah) telah didirikan menara minyak milik Australia. Menurut Koran-koran Australia, memang di daerah Kepulauan sekitar Ashmore Reef pernah diadakan eksplorasi minyak dengan pemasangan radar equipment.
2.       -   Di Pantai-pantai South West Australia sering dijumpai armada Kapal Penangkap Ikan Paus milik Soviet.
-          2 buah kapal Taiwan terlihat berada di perairan North West Australia pada bulan Agustus 1973.
-          Iring-iringan armada kapal penangkap ikan milik Taiwan dilihat oleh Australian Navy di sebelah barat Australia pada bulan September 1974.
Adanya armada kapal-kapal penangkap ikan asing (termasuk perahu-perahu Indonesia) menimbulkan issue poltik yang hebat oleh pihak oposisi sehingga menyulitkan kedudukan partai yang sedang berkuasa kini.
3.      Mengingat perahu-perahu Indonesia tersebut kotor-kotor sedang nelayannya banyak yang mengandung penyakit luka-luka, maka ditakutkan bahwa mereka dapat menimbulkan penyakit epidemis (menular termasuk malaria dsb). Penyakit tersebut akan menjangkiti penduduk Aboroginies (aseli) lalu akan menular ke daerah pertanian dan industry lainnya.
4.      Pemerintah Australia megkhawatirkan bahwa nelayan-nelayan tersebut akan menyelundupkan mariyuana dan barang-barang lainnya melalui laut, apalagi setelah pada waktu itu banyak dijumpai pecandu mariyuana di Perth dan asal obat bius tersebut dari perkebunan Sumatera.
5.      - Nelayan Indonesia banyak menangkapi penyu dan membunuh burung laut di mana hal tersebut sangat dilarang bagi penduduk Australia sendiri
-          Pemerintah Australia mengkhawatirkan akan timbulnya bahaya pemusnahan terhadap beberapa jenis hasil laut termasuk binatang-binatang yang dilindungi.
6.      Adanya pelanggaran territorial Australia dengan jalan berkemah di daratannya. Hal tersebut semakin lama dianggap semakin serius. Apalagi setelah adanya kritikan pedas yang dilancarkan oleh Negara Bagian Australia Barat kepada Pemerintah Federal.

Kebijakan Pemerintah Indonesia

1.      Bahwa penangkapan ikan dan perluasan operasi di sekitar Kepulauan Mermaid reef, Clerke reef bahkan ke perairan King Seund-Area, Bucaneer archipelago, Bonaparte island dan sebagainya telah melampaui batas operasi yang dapat diterima oleh Pihak Pemerintah Australia. Hal ini kemudian menimbulkan tindakan-tindakan tegas Pemerintah Australia apalagi setelah adanya ekses pendaratan illegal oleh nelayan Indonesia di tempat tersebut serta mengakibatkan hilangnya rambu-rambu laut.
2.      Nelayan-nelayan yang biasanay memasuki perairan territorial Australia diketahui berasal dari daerah-daerah : Pulau Timor, Rote, Sumba dan sekitarnya, serta nelayan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bawean dan Madura di mana kebanyakan mereka telah menetap di basis-basis perikanan di Nusa Tenggara Timur.
3.      Berdasarkan memorandum bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia, maka dicapai kata sepakat sebagai berikut :
a)      Pemerintah Australia mengijinkan nelayan-nelayan tradisional Indonesia untuk menangkap ikan dan hasil-hasil perairan lainnya kecuali penyu di sekitar pulau-pulau Ashmore reef, Cartier, Scott, Seringapatam Reef dan Browse islet. 




b)      Yang dimaksud dengan nelayan tradisional di sini adalah nelayan yang tidak menggunakan kapal bermotor dan peralatan modern.
c)      Khusus untuk mengambil air atau makanan atau apabila terjadi angin rebut/kencang, nelayan-nelayan Indonesia dapat mendarat dan berlindung di 2 kelompok pulau Ashmore reef (East dan Middle islet, sedangkan pulau yang paling barat di mana ada automatic weather station tidak diperbolehkan). Nelayan Indonesia masih diperbolehkan beristirahat di antara kelompok pulau-pulau di atas (No. 3a) dengan ketentuan bahwa mereka tidak boleh mendarat di atasnya.
d)     Sejak tanggal 1 Maret 1975, apabila masih terdapat nelayan-nelayan yang melewati daerah-daerah tersebut dan masuk ke perairan wilayah (12 mil dari pantai mainland Australia) maka akan ditindak secara hukum.

Usaha-usaha Pencegahan
1.      Memberikan penerangan/penjelasan kepada masyarakat nelayan di daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur serta Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan  Jawa Timur bahwa adanya pelanggaran-pelanggaran di wilayah perairan Australia dapat menimbulkan gangguan terhadap hubungan baik antara Pemerintah Indonesia dan Australia. Akan lebih menyulitkan apabila nelayan-nelayan Indonesia masih melakukan pelanggaran wilayah setelah tanggal 1 Maret 1975, di mana akan dapat dilakukan penyitaan perahu lewat proses pengadilan dan lain-lain tindakan.
2.      Mencarikan fishing ground di daerah lain, sehingga mereka masih dapat hidup dengan layak tanpa memasuki perairan teritori Australia (jarak 12 mil dari mainland).
3.      Sehubungan dengan kasus nelayan Indonesia di perairan Australia ini, Bapak Presiden pernah menyatakan agar :
a.       Menteri Dalam Negeri memberikan Instruksi melalui Kepala Daerah/Gubernur agar memberikan peringatan kepada nelayan-nelayan Indonesia supaya tidak memasuki perairan asing tanpa ijin.
(Telah ada surat Dirjen Otonomi Daerah, Depdagri kepada Gubernur/KDH Nusa Tenggaran Timur yang meminta perhatian untuk mengawasi agar nelayan-nelayan kita jangan sampai melanggar wilayah perairan Australia tanggal 29 Mei 1974.
b.      Agar nelayan-nelayan Indoensia diperlengkapi dengan perlengkapan navigasi (minimal kompas dan peta) untuk mencegah agar tidak tersesat.
4.      Demikianlah kasus di atas agar dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya dan dapat dilaksanakan pencegahannya menurut isi memorandum antara Pemerintah Indonesia dan Australia.

Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan – Departemen Pertanian (1974)

Arsip : O. Noenoehitoe (1934 – 2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Noenoehitoe

MARGA SAYA NOENOEHITOE Terlahir dalam komunitas berpaham patriakhal di Pulau Rote - NTT, saya mendapatkan warisan marga dari bapak yaitu Noenoehitoe. Jadi mau tidak mau, saya mesti meneruskan marga ini. Ada banyak pihak yang menduga bahwa marga kami ini berasal dari Maluku. Mungkin karena ada kesamaan bunyi dengan marga Manhitu ataupun Tahitoe. Bahkan ada yang bersikeras menyebutkan kisah bahwa moyang Noenoehitoe datang dari Ambon ke Rote sebagai penyebar Injil yang diutus oleh Belanda. Beberapa waktu yang lalu bahkan ada seorang teman yang menceritakan bahwa ada Peneliti dari sebuah Institut di Kupang yang sedang menyusun naskah histori tentang gelombang migrasi orang-orang Maluku ke Timor termasuk Rote.  Saya cuma senyum saja untuk menenangkan hati mereka. Sejarah dan silsilah mengenai marga Noenoehitoe ini pernah dituliskan oleh Pdt. Jermias Petrus Nunuhitu (manuskrip, 1955) dan juga ada dalam buku berjudul Anak Membela Bapak yang ditulis oleh Dj. Messakh yang d...

tentang wasiat

WASIAT NOENOEHITOE Catatan dari Pdt. Jermias Petrus Noenoehitoe (1955) 1.       Bahwa pada zaman dahulu kala, maka turunan Nunuhitu (Noenoehitoe) mulai dari Rondo Nunu yang biasa disebutkan turunan Rondotein dalam suku Mbura Lae di negeri Thie, pulau Rote, biasa memakai nama (fam) Pandie , yaitu nama dari neneknya Pandi Fora (Pupu : V, lihat silsilah). Akan tetapi pada tahun 1872, maka nama Pandie itu diganti dengan nama Messakh oleh almarhum Raja Thie Jonas Nicolas Messakh pada ketika Jacob Arnolus Pandie (Fora Rondo) dinikahkan dengan tunangannya Wilhelmina Johanis di Kantor Ba’a. Pertukaran nama itu terjadi lantaran fam. Messakh (Bessitein) dan fam. Pandie (Rondotein) sejak itu mereka hidup dalam persahabatan yang karib , seolah-olah saudara sekandung adanya. 2.       Lantaran zaman beredar, musim beralih, maka pada tahun 1935, Guru Pension Gabriel Arnolus Messakh dapat memilih  satu nama yang baru, yang...

tentang Suku-suku nusak Thie / Tii

Orang-orang Thie 25 Suku disalin dari tulisan tangan Bapak Octovianus Noenoehitoe (1934 – 2016) Golongan Raja (Sabarai) : 1.       MburalaE 2.       HenulaE 3.       SabalaE 4.       Nggaupandi 5.       Tolaumbuk 6.       Meoleok 7.       Pandi 8.       Kolek Leoanak : a.       Sua b.       LeE c.        Musuhu d.       Kona e.       Kanaketu Golongan Fetor (Taratu) : 1.       Ndanafeo 2.       Nallefeo 3.       Mesafeo 4.       Todefeo 5.       Moiumbuk 6.     ...